Refleksi Ziarah Yubelium ke Gua Maria Sendangsono
Pada 10 Mei 2025, sebuah perjalanan spiritual penuh makna dilakukan oleh kaum muda dan Suster CB dalam rangka ziarah Yubelium ke Gua Maria Sendangsono. Kegiatan ini diikuti oleh teman-teman muda dari asrama Elisabeth Ganjuran, asrama mahasiswi Syantikara, asrama Stece Supadi, asrama Stece Samirono, asrama Carla dan Carlo Trenggono. Selain para suster pendamping asrama, para aspiran, postulan, novis, para suster yunior, dan medior, bahkan beberapa suster senior juga dengan antusias mengikuti kegiatan ini. Teman-teman asrama Stikes Panti Rapih juga menemani setiap kelompok untuk memastikan kesehatan kami dan bisa mengikuti acara ini dengan baik. Jumlah kami sekitar 160 orang yang dibagi menjadi 7 bus dan beberapa mobil kecil.
Perjalanan ini tidak hanya menjadi kesempatan berziarah, berdoa, mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi tapi juga untuk berbagi kasih dan pengalaman hidup yang berharga. Dalam ziarah ini, kami semua berkumpul pk 06.00 di kompleks Syantikara, dibuka dan diarahkan oleh Ketua panitia dan sie acara, kemudian kami dibagi menjadi dua kelompok dengan tujuan yang berbeda. Lima dari tujuh bus langsung menuju Slanden dan 2 bus lainnya menuju Panti Lansia Santa Monica Boro. Walau tujuannya berbeda, kami akan berkumpul untuk menutup rangkaian kegiatan ini dengan ekaristi yang diadakan di Kapel Sendang Sono.
Kunjungan ke Panti Lansia St. Monica Boro
Kelompok pertama memulai perjalanan mereka dengan mengunjungi Panti Lansia St. Monica Boro. Sambutan di panti sangat hangat dan penuh kebahagiaan. Ketika kami tiba, eyang-eyang dan para pendamping menyambut dengan senyuman yang tulus, menandakan betapa mereka merindukan kehadiran orang-orang muda.
Salah satu kegiatan yang dilakukan di panti adalah bernyanyi dan menari bersama. Para peserta tidak hanya datang untuk memberi, tetapi juga untuk menerima kebahagiaan dari para eyang-eyang tersebut. Dalam setiap lagu yang dinyanyikan, terlihat bagaimana wajah-wajah lansia itu bersinar, seolah-olah mereka kembali muda sejenak. Kegiatan ini bukan hanya sekadar hiburan; itu adalah bentuk kasih yang nyata, yang menunjukkan bahwa mereka tidak sendirian dan masih dicintai.
Selain bernyanyi, peserta juga berbagi cerita dan pengalaman dengan para lansia. Momen ini menjadi sangat berharga, karena banyak dari mereka memiliki kisah hidup yang inspiratif. Melalui obrolan santai ini, para peserta belajar tentang kebijaksanaan, ketahanan, dan cara pandang yang berbeda tentang kehidupan.
Di akhir kunjungan, tanda kasih diberikan kepada pengelola panti sebagai simbol penghargaan atas kerja keras mereka merawat para lansia. Momen ini menciptakan ikatan emosional yang kuat antara peserta dan para lansia, serta meneguhkan komitmen untuk terus berbagi kasih di masa depan. Suasana di panti sangat bahagia, penuh sukacita, dan semangat kekeluargaan yang mendalam.
Perjalanan Menuju Sendangsono
Sementara kelompok pertama berfokus pada interaksi di Panti Lansia, kelompok kedua memulai perjalanan menuju Sendangsono. Mereka berjalan kaki dari Slanden ke gereja Promasan, sebuah perjalanan yang memakan waktu sekitar 60 menit. Meskipun perjalanan ini terlihat sederhana, tantangan fisik dan mental yang dihadapi oleh peserta cukup signifikan.
Selama perjalanan, berbagai pengalaman muncul. Seiring dengan berjalannya waktu dan kelelahan yang mulai terasa, beberapa peserta mulai mengeluarkan keluhan. Namun, di balik keluhan tersebut, terdapat semangat yang luar biasa untuk terus melangkah. Para suster dan kaum muda saling mendukung, memberikan semangat satu sama lain. Mereka menyadari bahwa setiap langkah yang diambil bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi merupakan bagian dari perjalanan iman.
Ketika tiba di Gereja Promasan, semua rombongan beristirahat sejenak. Momen ini menjadi kesempatan untuk merefleksikan perjalanan yang telah dilalui. Setelah beristirahat, mereka melanjutkan dengan doa Jalan Salib. Dalam doa ini, setiap peserta diajak untuk merenungkan perjalanan hidup Yesus, mulai dari penangkapan hingga penyaliban-Nya.
Doa Jalan Salib ini sangat mendalam dan penuh makna. Dengan menghayati setiap peristiwa yang dialami oleh Yesus, para peserta merasakan betapa besar cinta Tuhan kepada umat manusia. Mereka memahami bahwa setiap penderitaan dan pengorbanan yang dilakukan Yesus adalah wujud kasih-Nya yang tiada batas. Momen ini membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan, memperkuat iman, dan mengingatkan mereka akan arti sejati dari pengorbanan.
Tiba di Sendangsono
Setibanya di Sendangsono, suasana semakin khidmat. Para peserta diberi kesempatan untuk menerima sakramen tobat. Sakramen ini merupakan momen refleksi yang penting, di mana mereka dapat merenungkan segala kesalahan dan mengharapkan pengampunan. Dalam keadaan tenang, mereka menyerahkan diri kepada kasih Tuhan yang selalu siap menerima dan mengampuni.
Setelah menerima tobat, acara dilanjutkan dengan misa kudus. Misa ini menjadi penutup yang sempurna untuk rangkaian kegiatan ziarah. Khotbah yang disampaikan oleh romo sangat inspiratif dan sederhana. Ia mengajak para peserta untuk merenungkan damai yang datang dari Kristus yang bangkit. Pesan ini sangat relevan, mengingat dunia saat ini sering kali dipenuhi dengan konflik dan ketidakpastian.
Romo juga menyampaikan poin-poin penting dari isi pidato Bapa Paus Leo IV, yang menekankan bahwa damai yang sejati berasal dari Allah. Kasih Allah adalah kasih yang tanpa syarat dan tanpa batas. Ia mengajak semua orang untuk menjadi berkat bagi sesama, membangun jembatan melalui dialog dan perjumpaan. Pesan ini mengajak para peserta untuk menjalani hidup dengan kasih dan pengertian, agar semua orang dapat hidup dalam damai.
Pengalaman Spiritual yang Mendalam
Ziarah Yubelium ini lebih dari sekadar perjalanan fisik; itu adalah perjalanan spiritual yang memperkaya jiwa. Melalui interaksi di Panti Lansia, perjalanan menuju Sendangsono, dan momen-momen refleksi, setiap peserta mengalami transformasi dalam diri mereka. Mereka belajar untuk menghargai setiap detik dalam hidup, menyadari bahwa kasih Tuhan selalu ada, bahkan di tengah kesulitan.
Pengalaman ini juga mengingatkan kita akan pentingnya berbagi kasih dengan sesama. Dalam dunia yang sering kali egois, tindakan kecil seperti menghibur para lansia atau berjalan bersama dalam perjalanan iman dapat membawa perubahan yang berarti. Setiap tindakan kasih, sekecil apapun, memiliki dampak yang besar, dan dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Ziarah Yubelium ke Gua Maria Sendangsono telah menjadi pengalaman yang luar biasa bagi Suster CB dan para kaum muda. Mereka tidak hanya pergi untuk berdoa, tetapi juga untuk berbagi kasih, belajar dari pengalaman hidup orang lain, dan merasakan cinta Tuhan yang begitu mendalam. Setiap momen yang dilalui selama perjalanan ini mengingatkan kita akan tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu untuk mengasihi dan melayani sesama.
Dengan semangat yang diperoleh dari ziarah ini, diharapkan setiap peserta dapat membawa pulang pesan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Semoga pengalaman ini terus menginspirasi kita untuk hidup dalam kasih, membangun jembatan dengan sesama, dan menyebarkan damai di mana pun kita berada. Ziarah ini bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan iman yang lebih dalam dan lebih berarti.***)
(ditulis oleh Sr. Claudia – Suster Yunior peserta Ziarah Yubelium)